Monsun Australia adalah angin musiman bergerak dari Australia ke utara melewati Indonesia. Bagaimana penjelasan BMKG soal hujan di musim kemarau?
BULAN Agustus umumnya masuk musim kemarau. Namun faktanya hujan deras masih kerap mengguyur sejumlah wilayah, termasuk Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi (Jabodetabek). Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika disingkat BMKG memprakirakan kondisi ini akan terus terjadi di beberapa daerah selama periode kemarau tahun ini.
Menurut prakiraan BMKG, hujan dengan intensitas ringan hingga sedang berpotensi turun di sebagian besar wilayah Jabodetabek pada Senin pagi, 11 Agustus 2025. Hujan diprediksi akan reda pada tengah hari, namun kemungkinan kembali mengguyur pada sore hingga malam hari.
BMKG mencatat, hujan ringan di wilayah DKI Jakarta berpotensi turun secara tidak merata, sementara kawasan penyangga diperkirakan akan mengalami curah hujan yang lebih merata. Baik sebelum maupun sesudah hujan, langit diprediksi tetap dipenuhi awan tebal.
Disebabkan Monsun Australia dan Bibit Siklon Tropis di Samudera Hindia
BMKG mengungkapkan, aktifnya Monsun Australia pada periode Juni hingga September menjadi pemicu utama musim kemarau disertai hujan di wilayah selatan ekuator Indonesia. Fenomena ini ditandai oleh cuaca kering, suhu malam yang lebih dingin, hembusan angin kencang, serta potensi hujan lebat.
Direktur Meteorologi Publik BMKG, Andri Ramadhani, menjelaskan pada awal Juli lalu bahwa masyarakat perlu mewaspadai hujan lebat di sejumlah wilayah pada 2–5 Juli 2025, sebagaimana dilaporkan Antara.
Andri menerangkan, Monsun Australia merupakan angin musiman yang bergerak dari Benua Australia menuju utara melewati Indonesia. Angin ini membawa udara kering dan relatif dingin karena berasal dari Australia yang sedang berada pada musim dingin.
Berdasarkan analisis BMKG, dampak paling signifikan dirasakan di wilayah selatan Indonesia seperti Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara, di mana hujan menjadi jarang terjadi dan suhu malam hingga dini hari lebih rendah dari biasanya.
Selain memicu hembusan angin kencang, khususnya di pesisir selatan, Monsun Australia juga berpotensi menimbulkan hujan lebat pada 2–5 Juli di sejumlah daerah, termasuk Jawa Barat, Jawa Timur, Bali, Sulawesi Selatan, dan Papua Selatan. Potensi ini terpantau melalui anomali radiasi gelombang panjang (Outgoing Longwave Radiation/OLR) yang bernilai negatif, menandakan tutupan awan yang lebih tebal.
BMKG mengingatkan, cuaca kering berkepanjangan akibat Monsun Australia dapat meningkatkan risiko kekeringan yang berdampak pada ketersediaan air, sektor pertanian, serta memperbesar kemungkinan kebakaran hutan dan lahan di daerah rawan.
Selain itu, angin timuran yang cukup kencang juga berpotensi memicu gelombang tinggi di perairan selatan Jawa hingga Nusa Tenggara, sehingga perlu diwaspadai oleh pelayaran dan nelayan.
BMKG menyampaikan bahwa secara umum, potensi hujan lebat hingga ekstrem masih dapat terjadi di wilayah Sumatera Selatan, Jawa bagian barat, serta sebagian besar kawasan Indonesia tengah dan timur. Kondisi ini dipicu oleh keberadaan bibit siklon tropis 90S di Samudera Hindia sebelah barat Sumatera dan bibit siklon 96W di Laut Filipina.
Analisis BMKG menunjukkan, bibit siklon 90S juga berpotensi menimbulkan gelombang tinggi hingga 4 meter di beberapa perairan, seperti perairan barat Enggano, barat Lampung, serta selatan Banten dan Jawa Barat. Potensi serupa juga terpantau di Samudera Hindia barat Bengkulu dan Lampung hingga selatan Banten dan Jawa Barat.